Kamis, 03 November 2016

Tipologi Bangunan : ARSITEKTUR JOGLO LAMBANGSARI

PENDAHULUAN

Rumah adat Jawa Tengah berbentuk rumah joglo. Sebuah bangunan joglo yang menimbulkan interpretasi arsitektur Jawa yang mencerminkan ketenangan, hadir di antara bangunan- bangunan yang beraneka ragam. Interpretasi ini memiliki ciri pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan bentuk lengkung-lengkungan di ruang per ruang.

Istilah Joglo berasal dari kerangka bangunan utama dari rumah adat jawa terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya. Struktur joglo yang seperti itu, selain sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah bisa berbentuk pencu.

Pada arsitektur bangunan rumah joglo, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman seni konstruksi rumah, juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya. Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusitasnya terefleksikan dalam arsitektur rumah dengan gaya ini.

Pada bagian pintu masuk memiliki tiga buah pintu,yakni pintu utama di tengah dan pintu kedua yang berada di samping kiri dan kanan pintu utama. Ketiga bagian pintu tersebut memiliki makna simbolis bahwa kupu tarung yang berada di tengah untuk keluarga besar, sementara dua pintu di samping kanan dan kiri untuk besan, hal ini melambangkan bahwa tamu itu adalah raja yang harus di hormati dan di tempatkan di tempat yang berbeda dengan keluarga inti ataupun keluarga dari mempelai, demi menghormati kehadiran mereka dan memberi tempat yang berbeda dari keluarga sendiri dan itu adalah cara atau tata krama yangb pantas untuk menyambut tamu.

Pada ruang bagian dalam yang disebut gedongan dijadikan sebagai mihrab, tempat Imam memimpin salat yang dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang disucikan, sakral, dan dikeramatkan. Gedongan juga merangkap sebagai tempat tidur utama yang dihormati dan pada waktu-waktu tertentu dijadikan sebagai ruang tidur pengantin bagi anak-anaknya, ruang tengah melambangkan bahwa di dalam rumah tinggal harus ada tempat khusus yang disakralkan atau di sucikan supaya digunakan ketika acara-acara atau kegiatan tertentu yang sakral atau berhubungan dengan Tuhan, hal ini adalah salah satu cara bagi penghuni rumah untuk selalu mengingat keberadaan Tuhan ketika berada di dalam Rumah mereka.

Ruang depan yang disebut jaga satru disediakan untuk umat dan terbagi menjadi dua bagian, sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk jamaah pria. Masih pada ruang jaga satru di depan pintu masuk terdapat satu tiang di tengah ruang yang disebut tiang keseimbangan atau soko geder, selain sebagai simbol kepemilikan rumah, tiang tersebut juga berfungsi sebagai pertanda atau tonggak untuk mengingatkan pada penghuni tentang keesaan Tuhan.

Begitu juga di ruang dalam terdapat empat tiang utama yang disebut soko guru. Hal ini melambangkan bahwa, pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa menjalani hidup seorang diri, melainkan harus saling bantu membantu satu sama lain, selain itu soko guru juga melambangkan empat hakikat kesempurnaan hidup dan juga ditafsirkan sebagi hakikat dari sifat manusia.

Untuk membedakan status sosial pemilik rumah, kehadiran bentangan dan tiang penyangga dengan atap bersusun yang biasanya dibiarkan menyerupai warna aslinya menjadi ciri khas dari kehadiran sebuah pendopo dalam rumah dengan gaya ini .

FILOSOFI

Berdasarkan pada pandangan hidup orang Jawa bahwa kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh alam semesta, atau dalam lingkup yang lebih terbatas adalah dari pengaruh lingkungan sekitarnya, maka keberadaan rumah bagi orang Jawa harus mempertimbangkan hubungan tersebut. Joglo sebagai salah satu simbol kebudayaan masyarakat Jawa merupakan media perantara untuk menyatu dengan Tuhan (kekuatan Ilahi) sebagai tujuan akhir kehidupan (sangkan paraning dumadi), berdasar pada kedudukan manusia sebagai seorang individu, anggota keluarga dan anggota masyarakat. Nilai filosofis Joglo merepresentasikan etika Jawa yang menuntut setiap orang Jawa untuk memiliki sikap batin yang tepat, melakukan tindakan yang tepat, mengetahui tempat yang tepat (dapat menempatkan diri) dan memiliki pengertian yang tepat dalam kehidupan.

TATA RUANG
Susunan ruang dalam bangunan tradisional Jawa pada prinsipnya terdiri dari beberapa bagian ruang yaitu :


1. Pendapa, difungsikan sebagai tempat melakukan aktivitas yang sifatnya formal (pertemuan, upacara, pagelaran seni dan sebagainya). Meskipun terletak di bagian depan, pendapa bukan merupakan ruang penerima yang mengantar orang sebelum memasuki rumah. Jalur akses masuk ke rumah yang sering terjadi adalah tidak dari depan melalui pendapa, melainkan justru memutar melalui bagian samping rumah

2. Pringgitan, lorong penghubung (connection hall) antara pendapa dengan omah njero. Bagian pringgitan ini sering difungsikan sebagai tempat pertunjukan wayang kulit/kesenian/kegiatan publik. Emperan adalah teras depan dari bagian omah-njero. Teras depan yang biasanya lebarnya sekitar 2 meter ini merupakan tempat melakukan kegiatan umum yang sifatnya nonformal

3. Omah njero, kadang disebut juga sebagai omah-mburi, dalem ageng atau omah. Kata omah dalam masyarakat Jawa juga digunakan sebagai istilah yang mencakup arti kedomestikan, yaitu sebagai sebuah unit tempat tinggal.

4. Senthong-kiwa, dapat digunakan sebagai kamar tidur keluarga atau sebagai tempat penyimpanan beras dan alat bertani.

5. Senthong tengah (krobongan), sering juga disebut sebagai boma, pedaringan, atau krobongan. Dalam gugus bangunan rumah tradisional Jawa, letak senthong-tengah ini paling dalam, paling jauh dari bagian luar. Senthong-tengah ini merupakan ruang yang menjadi pusat dari seluruh bagian rumah. ruang ini seringkali menjadi “ruang pamer” bagi keluarga penghuni rumah tersebut.Sebenarnya senthong-tengah merupakan ruang yang sakral yang sering menjadi tempat pelaksanaan upacara/ritual keluarga. Tempat ini juga menjadi ruang penyimpanan benda-benda pusaka keluarga penghuni rumah.

6. Senthong-tengen, fungsinya sama dengan sentong kiwa

7. Gandhok, bangunan tambahan yang mengitari sisi samping dan belakang bangunan inti yang berfungsi sebagai area servis seperti dapur.


JOGLO LAMBANGSARI
 



Joglo Lambangsari merupakan joglo dengan sistem konstruksi atap menerus. Bentuk ini paling banyak dipakai pada bangunan tradisional jawa.


Bentuk joglo yang menggunakan lambangsari, dengan ciri- ciri:




  • Bentuk denah persegi panjang
  • Memakai pondasi bebatur, yaitu tanah yang diratakan dan lebih tinggi dari tanah disekelilingnya. Diatas bebatur ini dipasang umpak yang sudah diberi purus wedokan.
  • Terdapat 4 saka guru sebagai penahan atap brunjung yang membentuk ruang pamidangan yang merupakan ruang pusat dan 12 saka pananggap yang menyangga atap pananggap( tiang pengikut), masing-masing saka ditopang oleh umpak menggunakan sistem purus
  • Memakai blandar, pengeret, sunduk, serta kilil. masing- masing blandar dan pengeret dilengkapi dengan sunduk dan kili sebagai stabilisator.
  • Menggunakan tumpang dengan 5 tingkat. Balok pertama disebut pananggap, balok ke dua disebut tumpang, balok ke tiga dan empat disebut tumpangsari, dan balok terakhir merupakan tutup kepuh yang berfungsi sebagai balok tumpuan ujung- ujung usuk atap.
  • Uleng/ruang yang terbentuk oleh balok tumpang di bawah atap ada 2 (uleng ganda)
  • Terdapat godhegan sebagai stabilisator yang biasanya berbentuk ragam hias ular-ularan.
  • Menggunakan atap sistem empyak. 4 sistem empyak yang digunakan : brunjung dan cocor pada bagian atas, serta pananggap dan penangkur di bagian bawah
  • Terdapat balok molo pada bagian paling atas yang diikat oleh kecer dan dudur.
  • Menggunakan usuk peniyung yaitu usuk yang dipasang miring atau memusat ke molo. Joglo ini juga tidak memiliki emper




Penghawaan pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri. Saat manusia berada pada rumah joglo paling pinggir, sebagai perbatasan antara ruang luar dengan ruang dalam, manusia masih merasakan hawa udara dari luar, namun saat manusia bergerak semakin ke tengah, udara yang dirasakan semakin sejuk, hal ini dikarenakan volume ruang di bawah atap, semakin ke tengah semakin besar. Seperti teori yang ada pada fisika bangunan,

Efek volume sebenarnya memanfaatkan prinsip bahwa volume udara yang lebih besar akan menjadi panas lebih lama apabila dibandingkan dengan volume udara yang kecil

Saat manusia kembali ingin keluar, udara yang terasa kembali mengalami perubahan, dari udara sejuk menuju udara yang terasa diluar ruangan. Dapat dilihat kalau penghawaan pada rumah joglo, memperhatikan penyesuaian tubuh manusia pada cuaca disekitarnya.
Sistem penghawaan pada joglo lambangsari ini, seperti pada sistem penghawaan joglo pada umumnya, angin/udara bergerak sejajar, di seluruh ruang terbuka, pada bagian ruang bagian tengah, yang dibatasi tiang utama/saka guru, udara bergerak ke atas, namun kembali bergerak ke bawah. Hal ini terjadi karena joglo lambangsari tidak memiliki lubang ventilasi, karena memang di desain untuk atap menerus.

- DETAIL SAMBUNGAN


1. Molo (mulo/sirah/suwunan), balok yang letaknya paling atas, yang dianggap sebagai “kepala” bangunan.
2. Ander (saka-gini), Balok yang terletak di atas pengeret yang berfungsi sebagai penopang molo.
3. Geganja, konstruksi penguat/stabilisator ander.
4. Pengeret (pengerat), Balok penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang; kerangka rumah bagian atas yang terletak melintang menurut lebarnya rumah dan ditautkan dengan blandar.
5. Santen, Penyangga pengeret yang terletak di antara pengeret dan kili.
6. Sunduk, Stabilisator konstruksi tiang untuk menahan goncangan/goyangan.
7. Kili (Sunduk Kili), Balok pengunci cathokan sunduk dan tiang.
8. Pamidhangan (Midhangan), Rongga yang terbentuk dari rangkaian balok/tumpang-sari pada brunjung.
9. Dhadha Peksi (dhadha-manuk), Balok pengerat yang melintang di tengah tengah pamidhangan.
10. Penitih/panitih.
11. Penangkur.
12. Emprit-Ganthil, Penahan/pengunci purus tiang yang berbentuk tonjolan; dudur yang terhimpit.
13. Kecer, Balok yang menyangga molo serta sekaligus menopang atap.
14. Dudur, Balok yang menghubungkan sudut pertemuan penanggap, penitih dan penangkur dengan molo.
15. Elar (sayap), Bagian perluasan keluar bagian atas sakaguru yang menopang atap.
16. Songgo-uwang, Konstruksi penyiku/penyangga yang sifatnya dekoratif.

- BAHAN YANG DIGUNAKAN PADA PENUTUP ATAP JOGLO
 
Penutup atap adalah bagian dari rumah yang berfungsi untuk menutup rangka atap sehingga melindungi ruangan di bawahnya. Atap rumah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu rangka atap dan penutup atap. Konstruksi rangka atap terdiri atas beberapa bagian mulai dari kuda-kuda yang merupakan tumpuan utama semua beban atap, kemudian nok, gording, dan balok tembok yang berada diatas kuda-kuda. Kuda-kuda merupakan tumpuan untuk gording dan balok tembok, sedangkan gording dan balok tembok merupakan tumpuan untuk usuk (kasau).

a. Bahan Rangka Atap
Bahan yang digunakan untuk atap rumah Joglo banyak menggunakan material kayu, mulai dari kayu polos sampai kayu yang penuh ornamen. Untuk penggunaan kayu yang penuh ornamen atau ukiran biasanya digunakan oleh orang-orang yang mempunyai uang banyak, semakin banyak ukiran dan tingkat kesulitannya maka orang yang mempnyai joglo itu dikatakan orang kaya. Begitu juga pada bagian tumpang sari, tumpang sari melambangkan tingkat status sosial dari suatu keluarga. Semakin banyak tumpang sari maka dapat dikatakan kaya. Dengan banyaknya kayu tersebut mengakibatkan beban yang harus disalurkan untuk sampai ke tanah oleh masing-masing soko cukup berat.


b. Bahan Penutup Atap
Dalam perkembangannya, bahan penutup atap telah mengalami bentuk dan bahan yang berbeda. Dari sekian banyak bahan penutup atap, tidak semua bahan yang ada dapat digunakan. Dengan banyaknya bahan penutup atap maka harus diperhatikan pula beberapa hal, di antaranya kondisi iklim dan lingkungan tempat rumah berdiri, daya tahan, keserasian dengan arsitektur rumah, dan dana yang tersedia.

Bahan penutup atap yang sudah umum digunakan pada atap rumah joglo antara lain:

·         Genteng Tanah Liat

Material ini banyak dipergunakan pada rumah umumnya. Gentang terbuat dari tanah liat yang dipress dan dibakar. Kekuatannya cukup. Genteng tanah liat membutuhkan rangka untuk pemasangannya. Genteng dipasang pada atap miring. Genteng menerapkan sistem pemasangan inter-locking atau saling mengunci dan mengikat.

Warna dan penampilan genteng ini akan berubah seiring waktu yang berjalan. Biasanya akan tumbuh jamur di bagian badan genteng

·         Atap Sirap

Penutup atap yang terbuat dari kepingan tipis kayu ulin ini umur kerjanya tergantung keadaan lingkungan, kualitas kayu besi yang digunakan, dan besarnya sudut atap. Penutup atap jenis ini bisa bertahan antara 25 tahun hingga selamanya. Bentuknya yang unik cocok untuk rumah rumah bergaya country dan yang menyatu dengan alam.

 - CARA PEMASANGAN ATAP RUMAH JOGLO

A. Proses Pembuatan Rumah Joglo
Dalam pembangunan suatu bangunan tentunya selalu dimulai dari bawah yaitu dengan merataan permukaan tanah dan dipadatkan agar tidak ambles karena konsolidasi. Pada saat pekerjaan pemadatan pekerja tidak boleh bicara dan pada pojok-pojok diberi sesajen untuk tolak bala, baru setelah itu letakkan umpak (pondasi) kemudian pasanglah soko guru dengan cara disambungkan dengan umpak menggunakan sambukan pen dan lubang. Untuk menjaga kestabilan dari soko guru agar tidak doyong (miring) maka di sangga dengan menggunakan bambu di semua soko gurunya. Pemasangan saka guru juga dengan jarak yang sama agar tidak miring. Cara pemasangannya tidak boleh terbalik. Kemudian dipasanglah tumpang sari yang dipasang sedemikian rupa, untuk jumlah lapis dari tumpang sari tergantung pada keinginan dari pemilik. Pengangkatan tumpang sari yang sudah diukir ini biasanya diselimuti kain agar tidak terjadi cacat pada ukirannya. Setelah tumpang sari sampai di atas kain dapat diambil/dilepas. Pasanglah balok persilangan di atas tumpang sari yang digunakan untuk memasang lampu barulah kemudian memasang tiang vertikal di atas balok persilangan tersebut yang berfungsi untuk membentuk atap yang seperti menara, pada pemasangan tiang ini diperlukan bambu yang disilangkan untuk memubuat tiang menjadi tegak dan agar lebih vertikal sempurna digunakanlah unting-unting. Baru setelah itu dipasang jurai dengan kemiringn 60 derajat. Pasanglah susuk dari emas/paku emas dipsang di nok, tunya, yang berfungsi untuk membuka rizki, dipasang bendera merah putih.
Kemudian rongrongan (bagian tengah soko guru dan tumpang sari) disambung dengan tiang luar dengan jurai 30 derajat. Kemudian barulah diberi gording di atas jurai yang menyambungkan antara rongrongan dengan tiang luar. Kemudian diberi usuk, dan reng, dan  diberi genteng. Perlu diketahui bahwa rumah joglo yang asli tidak menggunakan paku dan baut.


B. Proses Pemasangan Atap Rumah Joglo
  1.  Proses pekerjaan Rangka Atap dapat dimulai dari pembuatan saat pemasangan tiang atau soko guru sudah terpasang. 
  2. Pasang Tumpang Sari diatas soko guru. Jumlah tumpang sari yang dipasang melambangkan drajat pemilik joglo. Semakin banyak berarti semakin banyak pula kekayaan pemilik joglo. 
  3. Letakkan Kuda-kuda yang sudah dibuat diatas balok (ring Balok).
  4. Pasang Balok Gording sebagai pengikat antara kuda-kuda. 
  5. Ikat kuda-kuda dengan Gording dengan kuat
  6. Pasang balok "Ikatan Angin" dengan ukuran 5cm x 10 cm secara silang (diagonal) diantara kuda-kuda
  7. Pasang Balok Kaso di atas Gording yang telah dipasang.
  8. Pasang Reng diatas Kaso. Jarak pemasangan Reng disesuaikan dengan Type dan jenis penutup atap  yang akan digunakan, karena setiap type dan jenis penutup atap mempunyai ukuran yang berbeda. 
  9. Pasang penutup atap. Jenis penutup atap dapat disesuaikan dengan keinginan pemilik.
  10. Pembuatan talang (jika terdapat jurai dalam) dari bahan seng atau karpet karet dan pemasangan penutup atap nok di wuwungan (paling atas) atau dibagian jurai.

RAGAM HIAS PADA RUMAH JOGLO

1. Banyu-tetes
Ornamen ini biasa diletakkan bersamaan dengan patran. Sesuai dengan namanya, oranamen ini menggambarkan tetesan air hujan dari pinggiran atap (tritisan) yang berkilau-kilau memantulkan sinar matahari,
memiliki warna polos atau sunggingan, terletak pada balok - balok kerangka bangunan, blandar.


2. Lung-lungan
Berasal dari kata “Lung” yang berarti batang tumbuhan yang melata dan masih muda sehingga berbentuk lengkung. Peletakan berada pada balok rumah, pemidangan, tebeng pintu,jendela,daun pintu, patang aring.



 


3. Gunungan (Kayon / kekayon)
Sering disebut kayon yang artinyamirip gunungan, memiliki warna natural, terletak pada Tengah bubungan rumah.




 
4. Banaspati / Kala / Kemamang
Ragam hias berbentuk wajah hantu / raksasa. Banaspati ini melambangkan raksasa yang akan menelan / memakan segala sesuatu yang jahat yang hendak masuk ke dalam rumah. Karenanya ragam hias ini biasa ditempatkan di bagian depan bangunan, seperti pagar, gerbang, atau pintu masuk.

5. Tlacapan
Berasal dari kata “tlacap”, berupa deretan segitiga. Memiliki warna dasar: merah tua, hijau tua; warna lung-lungan: kuning emas,sunggingan. Terletak pada pangkal dan ujung balok kerangka bangunan.





REFERENSI :


http://www.hdesignideas.com/2011/01/simbol-ornamen-tradisional-rumah-adat.html
http://punyaarianisangbayu.blogspot.co.id/2014/11/atap-rumah-tradisional-jawa.html






Tidak ada komentar:

Posting Komentar