Kota Lama Semarang terletak di Kelurahan Bandarharjo, kecamatan
Semarang Utara. Batas Kota Lama Semarang adalah sebelah Utara Jalan Merak
dengan stasiun Tawang-nya, sebelah Timur berupa Jalan Cendrawasih, sebelah
Selatan adalah Jalan Sendowo dan sebelah Barat berupa Jalan Mpu Tantular dan
sepanjang sungai Semarang. Luas Kota Lama Semarang sekitar 0,3125 km2.
Kota lama Semarang direncanakan sebagai pusat dari pemerintahan
kolonial Belanda dengan banyak bangunan kolonialnya. Ini terjadi setelah
penandatanganan perjanjian antara Mataram dan VOC pada tanggal 15 Januari 1678.
Dalam perjanjian tersebut dinyatakan, bahwa Semarang sebagai Pelabuhan utama
kerajaan Mataram telah diserahkan kepada pihak VOC, karena VOC membantu Mataram
menumpas pemberontakan Trunojoyo. Mulai tahun 1705, Semarang menjadi milik secara
penuh VOC. Sejak saat itu mulai muncul banyak pemberontakan dan suasana menjadi
tidak aman lagi. Belanda membangun benteng untuk melindungi pemukimannya.
Benteng yang terletak di sisi barat kota lama ini di bongkar dan dibangun
benteng baru yang melindungi seluruh kota lama Semarang.
Kawasan Kota Lama Semarang dibentuk sesuai dengan konsep perancangan
kota-kota di Eropa, baik secara struktur kawasan maupun citra estetis
arsitekturalnya. Kawasan ini memiliki pola yang memusat dengan bangunan
pemerintahan dan Gereja Blenduk sebagai pusatnya. Pola perancangan kota
tersebut sama seperti perancangan kota- kota di Eropa. Sementara pada karakter
arsitektur bangunan, kekhasan arsitektur bangunan di kawasan ini ditunjukkan
melalui penampilan detail bangunan, ornamen-ornamen, serta unsur-unsur
dekoratif pada elemen-elemen arsitekturalnya. Dengan keberadaan Kota Lama
Semarang, citra arsitektur Eropa telah hadir dan menambah nuansa keberagaman
arsitektur di Jawa Tengah dan daerah-daerah sekitarnya, dan pada gilirannya
memperkaya khazanah arsitektur di negeri ini.
Kota
Lama Sebagai Obyek Konservasi
Kota Lama menyimpan banyak sejarah Indonesia ketika dijajah oleh
Belanda. Kawasan yang dipenuhi oleh bangunan-bangunan kuno yang mempunyai nilai
arsitektur tinggi ini sudah menjadi cagar budaya Indonesia yang patut di
konservasi. Berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 1992 dikemukakan yang
dimaksud dengan benda cagar budaya adalah : (dalam Bab 1 pasal 1) yaitu :
(1) Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa sisanya, yang berumur
sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa
gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; (2) Benda alam yang dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Kawasan Kota
Lama memiliki sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri dengan kokoh dan
mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang yang patut dikonservasi. Beberapa di
antaranya yaitu :
- Mercusuar
Bangunan ini
dibangun pada tahun 1884. Pembangunan mercusuar ini berkaitan dengan pembangunan
kota Semarang sebagai kota Pelabuhan oleh Pemerintah kolonial untuk
pengangkutan ekspor gula ke dunia.
- Stasiun KA Tawang
Stasiun Tambak
Sari di Jalan Pengapon, dibangun oleh (NEDERLANDSCHE INDISCHE
SPOORWEGMAATSCHARIJ), Diresmikan oleh Gubenur Jenderal MR. BARON
SLOET DE BEELE. Stasiun ini menggantikan stasiun sebelumnya yang dibangun
pada 16 Juni 1864 – 10 Februari 1870 yang melayani jalur Semarang – Jogja –
Solo. Karena stasiun itu tidak memenuhi syarat lagi, akibat bertambahnya volume
pengangkutan maka dibangunlah Stasiun Tawang. Arsitek gedung ini adalah JP
DE BORDES. Bangunan ini selesai dibangun pada bulan Mei 1914.
Bangunan ini
mempunyai langgam arsitektur yang Indische yang sesuai dengan kondisi daerah
tropis. bangunan ini mempunyai sumbu visual dengan Gereja Blenduk sehingga
menambah nilai kawasan. Bangunan ini termasuk “tetenger” Kota Semarang.
- Masscom Graphy
Bangunan ini
terletak di Jl. Merak 11 – 15. Gedung ini semula dimiliki oleh HET NOORDEN
yaitu surat kabar berbahasa Belanda. Gedung ini mempunyai nilai yang tinggi
merupakan cikal bakal dunia pers di Semarang. Saat ini bangunan ini dialih
gunakan untuk PT. MASSCOM GRAPHY yang merupakan perusahaan percetakan surat
kabar di Suara Merdeka Group.
- Gereja Blenduk
Berusia lebih
dari 200 tahun dan dijadikan “tetenger” (Landmark) kota Semarang. Terletak di
Jalan Let Jend. Suprapto No.32. Bangunan
ini mulai berdiri pada tahun 1753, digunakan untuk
gerejaNEDERLANDSCHE INDISCHE KERK. Gedung ini diperbaiki lagi pada tahun
1756, 1787, dan 1794. Pada tahun 1894 bangunan ini dirombak seperti keadaan
sekarang. Arsitek pembangunan ini adalah HPA DE WILDE dan WWESTMAS.
Keberadaan gereja ini berperan besar terhadap perkembangan agama kristen di
Semarang.
- Gedung Marba
Dibangun pada
pertengahan abad XIX, terletak di Jl. Let.Jend.
Suprapto No.33 yang waktu itu
bernamaDEHEEREN STRAAT, merupakan bangunan 2 lantai dengan tebal dinding kurang
lebih 20 cm. Pembangunan gedung ini diprakarsai oleh MARTA BADJUNET,
seorang warga negara Yaman, merupakan seorang saudagar kaya pada jaman itu.
Untuk mengenang
jasanya bangunan itu dinamai singkatan namanya MARBA. Gedung ini awalnya
digunakan sebagai kantor usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL).
Selain kantor
tersebut digunakan pula untuk toko yang modern dan satu-satunya pada waktu itu,
DE ZEIKEL. Setelah pensium, perusahaan pelayarannya dipegang oleh anaknya
MARZUKI BAWAZIR. Saat ini bangunan ini tidak ada aktivitasnya dan digunakan
untuk gudang.
- Gedung PT Sun Alliance
Bangunan ini
berdiri sekitar tahun 1866. Hal ini dibuktikan dibagian kerucut muka gedung
bagian atas ada tertulis “SAMARANG 1866″. Gedung ini bagian dari bangunan
Borumij Wehry. Gedung ini merupkan gedung tertua yang masih berfungsi dan
terawat dengan baik, dan dipakai untuk perusahaan asuransi. Konstruksi bangunan
ini sudah mengadaptasi bangun yang berciri untuk udara tropis.
Semarang’s
Historical Core sebagai Sumber Identitas
Persoalan jati diri kota dan masyarakatnya selama ini masih dianggap
konsumsi para warga masyarakat tertentu. Upaya untuk menguak perkembangan
sejarah panjang kota Semarang pun kurang diminati. Jati diri adalah ‘dunia
lain’ yang tidak berkait dengan persoalan perut; tentu hal ini tidak sepenuhnya
benar. Realitanya, kota Semarang terlalu sibuk dengan rutinitas. Tidak ada arah
kebijakan yang berpihak pada persoalan budaya sehingga dapat dimaklumi arah
perkembangan kotanya pun tidak jelas.
Gagasan untuk ‘back to basic’ mungkin bisa jadi tindakan yang
bijaksana. Konkritnya, melalui penelitian sejarah dan kebudayaan (termasuk
arkeologi) kita akan melihat cakrawala masa lalu yang lebih luas. Melalui
tulisan hasil penelitian kita bisa melakukan interpretasi dan eksplanasi
tentang nilai yang terkandung dari sejarah dan kebudayaan kota Semarang.
Melalui pemaknaan baru sejarah dan kebudayaan kita akan menghasilkan daya yang
berasal dari sumberdaya budaya dan sumber identitas warga Semarang yang bisa
dijadikan pondasi yang kokoh untuk menyongsong harapan baru menuju Semarang
Kota yang Humanis (Kriswandhono, 2004).
Sumber Referensi :
https://hurahura.wordpress.com/2011/04/22/strategi-pengelolaan-kawasan-bersejarah-kasus-kawasan-kota-lama-semarang/
http://hotcaramel-s.blogspot.co.id/2015/04/konservasi-arsitektur-kota-lama-semarang.html
https://malaikat07.wordpress.com/2010/10/02/pelestariankonservasi-kawasan-kota-lama-semarang/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Lama_Semarang